Nasional, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo sengaja mengosongkan jadwal untuk memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi hari ini, Selasa, 1 November 2016. Kepala Humas Bank Indonesia Tirta Segara mengatakan pengosongan jadwal itu diminta langsung oleh Agus.

"Beliau minta tanggal 1 agar dipersiapkan jangan sampai ada agenda lain. Jadi memang dipersiapkan," katanya di gedung KPK, Selasa.

Hari ini Agus menghadiri panggilan penyidik KPK terkait kasus korupsi pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP). Ia diperiksa sebagai saksi untuk Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman.

Agus sebelumnya tercatat dipanggil oleh penyidik antirasuah sebanyak dua kali, yaitu 18 dan 25 Oktober. Namun, pada dua kali pemanggilan itu, Agus tak hadir.

Baca juga:
Risma Gelar Sekolah Kebangsaan, Pelajar Curhat Hal-hal Ini
Demo 4 November, Anshor Kediri: Ini Bukan Darurat Jihad

Tirta membantah bahwa Agus mangkir pada pemanggilan sebelumnya. Ia mengatakan, untuk penjadwalan 18 Oktober 2016, Agus tak pernah mendapat surat dari KPK.

"Sebenarnya sekali karena yang tanggal 18 itu beliau tidak terima surat undangan. Tahunya saat baca media, lho kok ada panggilan. Akhirnya diklarifikasi ke Bu Yuyuk, suratnya memang tanggal 18 tapi dijadwalnya tanggal 25," tutur Tirta.

Namun pada 25 Oktober itu Agus tak bisa hadir. Alasannya, ujar Tirta, saat itu berbarengan dengan rapat badan anggaran untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2017. "Beliau harus hadir. Acaranya dari pagi sampai jam enam sore. Jadi beliau minta menjadwalkan kembali," katanya.

Baca juga:
Rancaekek Banjir, Polisi Alihkan Jalur Bandung - Garut
Vajiralongkorn Dinobatkan Jadi Raja Thailand 1 Desember 2016

Tirta melanjutkan, hari ini Agus khusus memberikan seluruh waktunya untuk KPK demi menghormati hukum. Padahal, kata dia, jadwal Agus sehari-hari sangat padat. "Biasanya sehari-hari bisa sampai malam. Pernah sampai jam setengah lima pagi di DPR," ujarnya.

Dalam perkara ini penyidik KPK telah menetapkan dua orang tersangka. Mereka adalah Irman dan Sugiharto, Direktur Informasi Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri. Keduanya diduga menyalahgunakan kewenangannya untuk meraup keuntungan dari proyek senilai Rp 6 triliun itu. Akibat perbuatannya, negara diduga merugi sebesar Rp 2 triliun.

MAYA AYU PUSPITASARI